Sabtu, 11 Desember 2010

TUJUH PILAR PURWAKARTA: "Gila Simbol" Pembangunan Purwakarta Berkarakter

TUJUH PILAR PURWAKARTA: "Gila Simbol" Pembangunan Purwakarta Berkarakter


Produk SMART Telecom

"Gila Simbol" Pembangunan Purwakarta Berkarakter

Menjenguk Kekasih
Sore ini, 11 Desember 2010. Aku baru saja pulang menjenguk seorang kekasih. Teringat akan tempat belajar usaha yang tengah kurintis, aku cepat-cepat pulang. Tentu setelah “PUAS BERCENGKRAMA” dengannya. Di toko, dua kawan tengah asyik bercanda, dan salah seorang sesekali meng-klik mouse di laptop yang saya simpan di toko. Sedikit saya penasaran, apa yang tengah ia kerjakan. Layout brosur. Ya, dia tengah mengerjakan pesananku kemarin sore.

Strategi Penjualan

Untuk memantapkan promosi jualanku, banyak hal kulakukan. Salah satunya menyebar brosur di tempat-tempat strategis, seperti Kantor Pos, Bank, warung-warung, tempat belanja, terminal, pasar, juga mesjid. Ya, aku kepikiran, orang yang shalat jumat di Masjid al-Jihad Wanayasa ini misalnya begitu banyak. Maka aku pasang orang untuk membagikan brosur ketika jumatan usai.

Brosur Laptop dan Komputer, Cash & Credit
Tak lama, kawanku selesai membuat brosur yang kuinginkan. Design-nya bagus. Ia memang faham soal potoshop, corel draw, dan program grafis lainnya. Ia juga seri TERIMA PESANAN LAY OUT SPANDUK, BROSUR, dll. Isi brosur memuat HARGA LAPTOP, KOMPUTER, MODEM, PRINTER. HARGA LAPTOP MULAI 2 JUTAAN. HARGA KOMPUTER MULAI 1 JUTAAN. HARGA MODEM MULAI 200 RIBUAN. DI SUDUT KIRI ATAS ADA TULISAN, “CASH AND CREDIT”. Ya, sudah enam bulan saya bekerja sama dengan Leasing, Kredit Plus, PT FINANSIA PURWAKARTA.

Setting Modem CDMA dengan Kartu Flexi
Lalu mereka pamitan, hendak pergi ke kota untuk menyelesaikan beberapa hal berkaitan dengan penjualan toko. Secara otomatis, bagian saya yang jaga toko. Tak apa, sebab baru saja saya beli kartu Flexi dan di toko ada modem CDMA. Untuk mengusir sepi, saya tancapkan itu modem. Saya aktifkan kartu FLEXI nya dengan cara mengisi registrasi. Saya isi pulsa Rp. 50.000. Lalu saya saya Ketik REG spasi BULANAN, dan saya kirim ke 2255. Ada konfirmasi. Ada User Name. Saya setting konfigurasinya, dan saya masukan user name barusan. OL deh. FLEXI MEMANG MURAH. DENGAN UANG Rp. 50.000, KITA BISA INTERNETAN SEPUASNYA SELAMA 1 BULAN. MURAH, BUKAN?

Soekarno, Tan Malaka, Syahrir, Hatta, Aidit..
Saya Online. Saya cari informasi dengan GOOGLE. Mesin pencari yang satu ini memang sangat cerdas. Dalam hitungan detik, ia bias menampilkan jutaan informasi yang saya butuhkan. Saya mencari artikel yang berkaitan dengan Tan Malaka. Sangat penasaran. Kemarin sore habis membaca beberapa buku biografi tokoh Nasional, mulai dari Soekarno, Hatta, Tan Malaka, Syahrir, hingga Aidit. Orang membedakan mereka kedalam dua kotak, tokoh kiri dan kanan. Ya, sudut pandang setiap orang pasti berbeda. Kita berbaik sangka saja, mereka adalah orang-orang yang telah mengukir sejarah dengan kapasitas mereka masing-masing. MADILOG TAN MALAKA cukup menarik.

Wanayasa Sejuk dan Indah
Secara wilayah, kini kewarganegaraan saya adalah orang KIARAPEDES. Namun Kiarapedes dan Wanayasa adalah wilayah yang sama. Kiarapedes hanyalah Kecamatan Pemekaran saja. Saya lebih banyak menghabiskan waktu di Kecamatan Wanayasa, terutama sejak saya belajar di MTs YPMI Wanayasa. Saya bergaul, siang malam. Saya berorganisasi. Pramuka dan PMR. Orang-orangnya santun. Mereka kebanyakan petani atau bekerja di kebun. Banyak kebun yang menjadi sumber mata pencaharian warga di sini. Kebun the luas, sawah-sawah membentang, pohon-pohon berjejer, ternak bergerombol. Wanayasa intinya kota kecil, bersejarah, dan sejuk serta indah. Udaranya masih original.

Taman Kota Wanayasa
Aku duduk sambil mengetik naskah ini, melihat ke ujung jalan, sesekali ke tukang kuli tembok yang tengah mengerjakan proyek. Ya, mereka sedang membuat taman, dengan arsitektur bangunan yang konon menurut mereka adalah bangunan khas Purwakarta. Setelah H. Dedi Mulyadi, SH terpilih menjadi Bupati Purwakarta periode 2008-2013, ada banyak perubahan pembangunan, terutama di sector infrastruktur jalan. Jalan ke pelosok sekarang sudah “leucir”. Itu memang janji kampanye Bupati. Dan yang lain adalah bentuk bangunan, pagar, juga symbol-simbol lainnya. Bangunan dengan JULANG NGAPAK, pagar dengan PAGAR ATAU GAPURA KAHURIPAN.

Tukang kerja masih asyik bekerja, meski hari sudah senja. Saya tak tau, kenapa di sore yang hampir malam ini mereka masih bekerja. Apakah karena mereka rajin? Semoga. Rumput sudah ditanam, bunga sudah ditata, sebagian pagar melati sudah dicat. Orang hilir mudik dengan kendaraan roda dua. Saya merasakan sebetik rindu menjalari nadi saya.

Rindu Berlatih Sepak Bola
Ya, saya rindu melihat kawan saya latihan sepak bola di alun-alun Wanayasa ini. Kini mereka tak mungkin bisa latihan di sini. Padahal, mereka adalah anak-anak muda potensial. Kita sudah tau, EKA RAMDANI adalah pemain PERSIB BANDUNG dari WANAYASA. Banyak yang berbakat. Dua bulan ke ke belakang, biasanya anak-anak muda berlatih di lapangan depan MASJID BESAR AL-JIHAD ini.

Gila Simbol
Sekarang tidak bisa lagi. Lapangan ini sudah dibangun, sudah dipagari bebatuan, bawahnya sudah dilapisi paping blok. Ini katanya demi Purwakarta Berkarakter. Dan ini symbol Kesundaan. Tapi benarkah orang-orang Sunda zaman dulu gila Simbol? Saya masih jarang menemukan bangunan, candi, atau peninggalan-peninggalan raja-raja Sunda dalam bentuk bangunan. Sebab itu bertentangan dengan ajaran primordialitas berbasis kearifan lokal.

Kontinuitas Visi Pembangunan
Setiap Bupati terpilih tentu memiliki visi. Tapi hitungannya jangka pendek dan menengah. Saya belum bias membayangkan, apa jadinya jika dalam PEMILUKADA 2013 bupati yang terpilih adalah bupati yang sama sekali baru, bukan bupati sekarang. Akankah pembangunan yang banyak menyita symbol ini dilanjutkan? LANJUTKAN! Bisa sih, itu jika SBY yang mampu memimpin dua periode.

Tapi itu persoalan politik, persoalan spekulatif. Sebagian yakin, Bupati H. Dedi Mulyadi masih dibutuhkan, karena ia pemimpin muda yang progresif, cerdas, banyak lompatan kreatif, dan sulit “diotak-atik” lawan politiknya. Ia juga begitu popular di kalangan bawah, di kampong-kampung. Maklum, hamper tiap hari ia menyusuri pedesaan, dengan model-model dan kemasan acaranya, misalnya GEMPUNGAN. Ia juga memang menyentuh pembangunan yang sulit dilupakan. Jalan berhotmik adalah kenyataan telak yang tak mudah dilupakan. Orang akan selalu mengingatnya.

Transformasi Nilai ke Generasi Mendatang
Tapi seandainya Tuhan berkata lain, apakah pembangunan yang kini dibangun secara habis-habisan, dengan seabreg simbolnya, itu bisa meresap kepada generasi berikutnya? Apakah ada pembangunan berkelanjutan? Ini yang harus dijawab oleh Bupati, juga oleh orang-orang yang punya niat untuk manggung di Purwakarta. Bahwa pembangunan sebuah wilayah, jika ingin tuntas dan skematis, harus ada kesinambungan nilai dari generasi ke generasi.


Hidup Bermakna
Hari sudah senja. Kini tak ada latihan sepak bola di alun-alun Wanayasa. Saya rindu mereka. Sore yang sendu. Temaram malam perlahan merenda senja. Aku duduk terpekur menerawang jingga langit seraya berdesah, TUHAN JADIKAN HIDUP KAMI BERMAKNA SETIAP SAAT..

Rabu, 30 Juni 2010

Tips Hidup Bahagia Tiap Hari

Di blog rahasia hidup bahagia tertulis HAPPINESS IS LOVE WHATEVER YOU GOT. Kebahagiaan itu ketika kita mencintai apa yang kita miliki.

Sebuah pesan untuk hidup bahagia yang sederhana namun penuh makna. Saya sepakat dengan kalimat tersebut. Sebuah ajakan bagi kita untuk mensyukuri segar-hijaunya rumput di halaman rumah sendiri.

Kira-kira apa yang bisa kita lakukan atau hal-hal apa yang membuat kita hidup bahagia setiap hari? Daftar tips berikut ini semoga bisa menjadi pengingat kita bersama sebagai upaya agar selalu berbahagia setiap hari.

1. Bangun pagi-pagi. Bangun lebih awal dan berjanjilah untuk merayakan hari ini dengan tidak menyia-nyiakannya sedetikpun. Lihat cahaya mentari yang menyingsing di ujung timur sana. Seperti itu juga semangat bersinar di dada anda.
2. Nikmati makan. Jangan tergesa-gesa. Cobalah sekali ini gigit dan kunyah pelah-pelan makanan anda. Dari tiap kunyahannya, rasakan betapa enak rasanya. Nikmat sekali bukan?
3. ACTION-kan niat anda. Punya niat sekian lama yang tak kunjung terlaksana? ACTION-kan sekarang! Mungkin anda hendak mengunjungi sanak saudara yang sudah lama tak bersua; atau mungkin sudah lama berniat ingin mengajak jalan-jalan keluarga, ACTION-kan sekarang.
4. Belajar positive thinking. Kalau anda rasa terlalu banyak dibelenggu oleh pikiran negatif, mulai sekarang coba belajarlah ber-positive thinking. Perasaaan kalau anda tidak bisa atau sering bersikap menyalahkan misal, gantilah dengan sisi positif. Perbanyak isi pikiran dengan solusi, solusi dan solusi. Kuatkan dengan kata-kata motivasi.
5. Waktu jatuh cinta. Ingat bagaimana rasanya waktu anda jatuh cinta pertama kali pada pasangan anda? Coba ingat dan rasakan kembali… anda pasti jadi senyum-senyum sendiri. :D
6. Tenanglah. Kalau tiap harinya biasanya anda diburu waktu, cobalah hari ini anda rileks. Hirup napas dalam-dalam. Lakukan apa yang anda suka dengan santai, tanpa ada lagi yang dirasa mengejar-ngejar anda.
7. Tatap wajah anak-anak anda. Meski mungkin sekarang mereka sudah gede, coba sempatkan tatap wajah mereka dalam-dalam. Ingat bagaimana waktu mereka kecil, waktu mereka cium tangan pamit berangkat sekolah, saat mereka bisa berjalan pertama kali, dan momen-momen bahagia lainnya. Pasti anda akan teramat bersyukur dapat melihat pertumbuhan anak-anak anda dari kecil sampai besar seperti sekarang ini.
8. Berbagilah. Temui orang-orang yang tak seberuntung anda. Cobalah bicara dengan mereka. Cari tahu bagaimana kehidupan sehari-hari mereka. Serta berbagilah dengan mereka. Anda pasti akan sangat bersyukur dengan keadaan anda sekarang.
9. Belajar hal baru. Punya waktu luang lumayan panjang? Cobalah cari kegiatan baru yang bisa menambah keahlian anda. Bukan buat gagah-gagahan atau apa, tapi sebab anda memang dianugerahi kemampuan untuk terus meningkatkan diri.
10. Cium tangan orangtua anda. Ingat betapa besar pengorbanan orangtua anda selama ini. Sedari anda kecil sampai tumbuh dewasa seperti sekarang. Bersyukurlah memiliki orangtua yang mencurahkan segenap rasa cinta dan kasih sayangnya pada anda. Tidak ada yang memiliki cinta sebesar mereka pada anda.
11. Temui orang yang lebih tua. Selain orangtua anda pastinya, temui juga orang-orang yang lebih tua dari anda seperti guru anda misal. Silaturahmi yang anda jalin pasti akan bermanfaat besar. Anda bisa belajar banyak dari mereka.
12. Tertawalah. Ingat kapan terakhir kali anda tertawa? Mungkin gara-gara kesibukan anda yang luar biasa dahsyat, anda bahkan sampai tak sempat untuk tersenyum. Coba cari bacaan atau tontonan yang bisa melemaskan urat syaraf anda dan TERTAWALAH lepas. :D
13. Lakukan yang anda suka. Apa hobi anda? Apa kesukaan anda? Ayo lakukan sekarang. Anda sudah lama tidak melakukannya kan?
14. Istirahat cukup. Agar anda punya energi cukup untuk menjalani hari anda yang menyenangkan, istirahatlah yang cukup. Ketika waktu tidur tiba, bergegaslah tempat tidur.
15. Sapa. Bersikaplah ramah. Sapa orang yang anda temui. Iringi dengan senyuman.
16. Kenalan. Perluas lingkungan sosialiasi anda. Perbanyak teman. Banyak teman, banyak rejeki!
17. Senyumlah. Jangan malu-malu, senyumlah. Senyum membawa energi positif.
18. Beri maaf. Beri maaf orang yang berbuat salah pada anda. Jangan buat hidup anda terbebani oleh dendam.
19. Habis gelap pasti terang. Dalam hidup pasti ada hal-hal yang tak anda inginkan menghampiri kehidupan anda. Mungkin baru saja anda kehilangan pekerjaan anda, atau bisnis anda sedang suram, atau mungkin anda kehilangan orang terkasih. Belajarlah untuk menerimanya. Ini bagian dari hidup. Ikhlaskan. Selepas itu, kembali tegaklah berdiri. ACTION harus terus berlanjut!
20. Doa. Panjatkan doa sepenuh hati. Segala macam ujian yang anda hadapi, serahkanlah pada-Nya. Tuhan tidak pernah tidur…

Sama sekali tidak ada niat saya untuk menggurui anda semua. Tips di atas dimaksudkan sebagai pengingat kita bersama. Silakan anda kurangi atau tambahkan sesuai kecocokan hati anda. Tips lain boleh juga anda tambahkan dalam kotak komentar di bawah agar kita bisa belajar bersama untuk selalu hidup bahagia.

Salam ACTION!
NB: Jika anda suka artikel ini, silakan share ke teman FACEBOOK anda. Cukup dengan meng-KLIK link ini! Terimakasih.

Oleh : http://www.jokosusilo.com/2010/05/21/20-tips-hidup-bahagia-setiap-hari/

Kamis, 08 April 2010

Bupati Purwakarta Kritisi PAUD

"Biarkan anak-anak desa itu tumbuh alami, diasuh dan dididik oleh orang tuanya di rumah, mereka bisa bermain sesuai habitatnya. PAUD atau TK hanya pantas bagi orang tua pekerja, ketika berangkat kerja anaknya dititipkan, siang hari disusui, dan sore, ketika pulang kerja dijemput pulang".

Itulah pidato tanpa teks Bupati Purwakarta, H. Dedi Mulyadi, SH di Gedung Negara Pemkab Purwakarta (8/4) dalam acara Rapat Kordinasi Pelaku PNPM se-Kabupaten Purwakarta.

Bupati menjelaskan, proses pembangunan itu semestinya mengarahkan masyarakat untuk cerdas dan tercerahkan. Adapun proses pencerahan itu tidak mesti berkiblat pada Barat dengan segala modelnya, termasuk dalam pendidikan. Orang Desa harus belajar sesuai dengan kebutuhan, mentalitas, dan kultur yang seharusnya dijunjung.

Pada kesempatan Rakor itu Bupati dengan lugas menjelaskan konsep pembangunan berbasis Lembur, dengan mengutamakan potensi-potensi lokal, khususnya pertanian yang meliputi bertanam padi, beternak unggas, ayam, ikan, dll. Semua kebijakan pembangunan ini mesti sinergis antar semua stakeholder.

Pemerintahan yang dipimpinnya kini tengah fokus untuk melakukan perubahan dalam dua hal, pertama kultur dan struktur. Dalam kultur, ia tengah coba menyadarkan masyarakat agar bisa memberdayakan potensi-potensi di sekelilingnya. Lahan ditanami, sawah digarap, dan pertanian serta peternakan ditingkatkan. karena menurutnya, sektor inilah yang menopang kehidupan ekonomi masyarakat selama ini, termasuk ketika krisis ekonomi 1998 mendera negeri ini.

Perilaku pilemburan ini, ia lebih detail menjelaskan, mesti ditanamkan kepada anak usia dini, agar mereka menjadi manusia sejati, bukan manusia mengambang (ka luhur teu sirungan, ka handap teu akaran). Tetapi tidak harus digiring ke lembaga pendidikan semodel PAUD, TK, dll. Ini tidak cocok. Sebab menurutnya, pendidikan model itu hanya pantas bagi orang2 yang bekerja atau karyawan di perkotaan.

Menurutnya, play group itu tidak harus lembaga, sebab pengetahuan anak harus diarahkan ke arah universalitas, bukan diciptakan komunal-komunal di sebuah ruang bernama PAUD. Universal menurutnya, bahwa anak diajarkan untuk bermain yang ada di sekeliling rumahnya. ia bisa bermain dengan kerabat, orang tua, dan anak seusianya tanpa harus ada aturan baku dengan mengatasnamakan pendidikan.

Namun begitu, bukan berarti ia anti pendidikan. Justru pendidikan adalah dasar manusia hidup. hanya yang harus diperbaiki adalah cara, model, serta orientasi ke depan si anak mau di bawa ke mana?

Terkait dengan kegiatan PNPM, ia berharap pelaku di desa bisa mengajukan program-program yang selaras dengan program Daerah. Misalnya soal infrastruktur jalan dan irigasi. Sinergitas ini perlu agar percepatan pembangunan bisa realisasi serta dapat mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran, khususnya di Kabupaten Purwakarta.

Minggu, 14 Februari 2010

Longsor Di Kampung Kami

Post Jurnalisme
Dulu, atau bahkan beberapa minggu yang lalu, kampungku begitu sepi. Tiba-tiba keadaan itu berjungkirbalik 380 derajat. Orang-orang hilir mudik, mulai warga biasa, jurnalis, sampai pada pejabat.

Di televisi dikabarkan longsor disertai puluhan rumah tertimbun. Bahkan ada korban jiwa. Benarkah? Faktanya tidak sebombastis itu. Jika ratusan sawah tertimbun bongkahan batu, itu benar. Jika pohon-pohon tumbang dan terbawa hanyut, itu benar. Jika 1 rumah hanyut dan satunya lagi rusak, itu benar. Tetapi jika puluhan rumah tertimbun, apa lagi merenggut korban jiwa, itu namanya kebohongan publik.

Memang postjurnalisme yang disampaikan Yasraf Amir Pilliang begitu. Ada semacam seolah-olah fakta tetapi bukan fakta. Ada keinginan untuk menyusufi fakta biasa-biasa menjadi luar biasa. Dampaknya, tentu interest audiens akan tersedot kepada yang seakan-akan fakta bombastis itu.

Penebang Misterius
Tapi biarlah itu begitu, saya di sini hanya ingin mencatat beberapa gerundelan hati dalam memotret musibah longsor ini. Terutama setelah ada kawan yang kirim sms: "Matak oge kai di leuweung teh tong ditaluaran wae, jadi weh longsor".

Lima belas tahun yang lalu, ketika usia saya masih kanak-kanak, saya sering pergi ke hutan, tepatnya ke lokasi di mana sekarang terjadi longsor. Di situ saya bersama kawan-kawan lain mencari kayu bakar. Apakah menebang? Tentu tidak. Dan mana berani? Kalau ada polisi hutan pasti ditangkap, disidang, dan didenda. Yang kami pungut adalah kayu-kayu kering, kayu-kayu yang siap dibakar untuk kebutuhan masak orang tua kami.

Suatu hari kami pergi agak jauh kedalam hutan. Sampailah di sebuah dataran, orang-orang kampung kami menamainya dengan "Dataran". Di situ lokasinya memang datar, arealnya luas, pohon-pohon pinus dan kayu merah lainnya tumbuh rimbun.

Tetapi hari ini di dataran sangat bising. Tak seperti biasanya. Padahal, biasanya yang terdengar di hutan itu cicit-cuit burung di dahan, suara binatang, atau kadal di antara rerumpunan semak-semak. Hari itu ada mesin senso, beberpa orang tak dikenal lagi sibuk membelah kayu yang diameternya segede kerbau. Ya, orang kami untuk menunjuk betapa besarnya sebuah diameter kayu biasanya menyerupakan dengan diameter kerbau.

Kayu-kayu besar tergeletak, yang sudah dibelah dan dibentuk balok bertumpuk. Sementara beberapa orang tengah sibuk mengangkut balok itu. Saya tak berani tanya. Karena memang takut.


Dikejar polisi hutan

Mamang saya biasa cari kayu bakar ke hutan. Hari itu hari yang apes. Ia ketahuan sama polisi hutan. Ia dikejar. Tetapi tak sampai kekejar. Namun sore harinya ada panggilan dari RK setempat. Harus bayar denda. Lalu dibayarlah itu denda.

Longsor yang mencekam
Saat ini ratusan sawah di kampungku tertimbun lumpur, bebatuan, dan kayu-kayu besar dari hutan. Rumah salah seorang warga hanyut di bawa air bah yang besar. Masyarakat panik. Hujan deras yang mengguyur menyebabkan semua kepanikan itu. Esok paginya, masyarakat tahu bahwa hutan yang ada di sebelah utara mereka longsor. Mungkin sementra waktu air terhalang oleh longsor, berkubang, lalu jebol dan sekaligus ia menghantam segala yang ada di sungai dan sekitarnya, lalu meluap ke sawah dan kebun warga.

Siang harinya orang-orang berkerumun, ingin tahu apa yang terjadi. Mulai dari anak-anak sampai tua-renta. Anak muda dan warga sibuk membersihkan jalan. Sementara para pejabat juga datang meninjau lokasi. Pun wartawan, baik cetak maupun elektronik, baik lokal maupun nasional datang ke lokasi. Mereka ambil gambar. Mereka tanya sana-sini, mereka catat, lalu mereka muat di harian mereka atau mereka ekspose di berita-berita televisinya.

Setelah itu beragam komentar, kritik, juga percakapan berkembang. Ada yang mengutuk, ada yang berduka cita, bahkan ada yang menyalahkan masyarakat sekitar kaki gunung. Mereka bicara serampangan : warga menebang pohon sembarangan.

Memang ketika jaman pemerintahan Gusdur (alm) masyarakat sekitar diperbolehkan untuk menggarap areal hutan yang dekat dengan perkampungan untuk ditanami palawija, kayu-kayu produktif, dan tumbuhan lainnya. Namun setelah Gusdur lengser, ada larangan. Banyak masyarakat yang menebang pohon hasil tanamanya sendiri dipenjara.

Kini, di areal dimana terjadi longsor, beberapa warga menanam pohon kopi. Entah siapa yang ada di balik layar enanaman kopi tersebut. Dan entah ada kaitan atau tidak antara semua rentetan kejadian di atas dengan bencana longsor yang terjadi saat ini.

Saat ini saya berharap, bahwa hukum benar-benar ditegakkan. Pemerintah memiliki visi yang jelas, bukan hanya menjadikan bencana sebagai komoditas politik. Semua warga Purwakarta bisa mengambil pelajaran dari kejadian ini, bukan hanya saling tuding dan menyalahkan, apalagi jika rakyat yang selalu menjadi kambing hitam dari setiap persoalan.

Saat ini mendung masih menggelayut. Warga sekitar masih panik hawatir longsor susulan datang. Menurut peneitian, di hutan sana masih ada retakan yang memungkinkan longsor susulan. Mudah-mudahan semua pihak bisa berfikir positif untuk menyelesaikan masalah ini. Dan mudah-mudahan kita bisa belajar dari alam, bahwa alam juga layaknya manusia yang mesti diperlakukan selayaknya.

Mohon doanya semoga tidak terjadi longsor susulan.

Sabtu, 06 Februari 2010

Akhirnya Mereka Tahu, Ibuku Gila...

Memiliki pasangan hidup yang serasi adalah dambaan setiap orang. Banyak hal dilakukan orang untuk mendapatkan pasangan hidup yang ideal. Mulai dari memilih-milih pasangan, meneliti, sampai mencoba..

Parameter yang lumrah dijadikan pertimbangan adalah cara berfikir, dimensi spiritualitas, agama, kebiasaan, kepribadian, materi, fisik, sampai pada jejak rekam di masa lalu, termasuk jejak rekam keluarga (keturunan). Untuk mendapatkan pasangan yang ideal itu orang rela melakukan apa saja.

Lalu apa jadinya jika ternyata semua hasil riset awal seseorang ketika menilai calon pasangan hidupnya tidak sesuai lantaran berbagai hal, misalnya lantaran ketidakterbukaan pasangan kita sewaktu pacaran.

Dimungkinkan banyak alternatif sikap yang akan muncul, namun dua diantaranya kontras dan hampir mewakili keseluruhan sikap : 1. Kecewa dan meminta berpisah, 2. Menerima kenyataan, karena sudah terlanjur.

Kedua sikap di atas umum dan manusiawi, lantaran harapan awal setiap orang sudah sedemikian menggebu-gebu, tiba-tiba ia mendapatkan yang tidak sesuai, maka ia tentu akan kecewa. Tetapi ketika setiap diri kita menyadari kelemahan setiap manusia dan ketiadasempurnaan, maka ia akan menerima kenyataan, sepahit apapun kenyataan itu.

Secara teoritis, secara konseptual, saya memandang persoalan memilih pasangan, termasuk sikap setelah pasangan yang kita pilih bukan yang kita harapkan, adalah demikian. Namun faktualnya lebih rumit dan berliku. Di bawah ini saya sajikan cerita harian saya ketika memotret seseorang yang masih kerabat jauh, tetapi pesan kemanusiaan yang hendak disampaikan cukup membuat diri saya tertegun : Ternyata inilah hidup!

Dia, sebut saja Aini, seorang perempuan kampung. Hidup di bawah naungan orang tua angkatnya. Ia diangkat semenjak tali ari-ari dirinya belum digunting sama dukun anak. Ia memiliki seorang kakak, laki-laki, usianya terpaut 8 tahun. Sekolah sampai MTs, setingkat SMP. Ia sangat disayangi oleh orang tua angkatnya. Pas mau melanjutkan sekolah ke SMA, ibu angkatnya meninggal dunia. Lalu perempuan itu tak jadi sekolah. Ia malah bekerja sebagai penjaga warung di Kampus UPI Purwakarta.

Belum lama bekerja, ia dipanggil kerabatnya. Ada seseorang yang hendak melamarnya. Akhirnya, perempuan itu, atau saya sebut saja Aini, menikah di usia yang cukup belia. Kakaknya menjadi wali pernikahan, sementara kakaknya sendiri belum menikah.
Setahun menikah, ia hamil. Sembilan bulan kemudian ia melahirkan.

Sampai usia bayinya sepuluh hari, tak ada persoalan. Setelah hampir sebulan dari melahirkan, mertua laki-laki bertanya, kenapa tidak ada orang tua Aini atau kerabat lainnya yang menjenguk? Dari sinilah titik awal persoalan hidup yang rumit itu muncul.

Setelah ditelusuri oleh keluarga lelaki, atau bagi Aini merupakan mertua, ternyata keluarga lelaki Aini menemukan fakta yang mencengangkan. Mereka baru tahu, ternyata ibu Aini mengalami gangguan jiwa.

Keluarga suami Aini tak terima dengan kenyataan ini. Mereka ingin menceraikan Aini. Suami Aini juga menjadi dingin. Aini tersudut. Padahal bayi mungil mereka begitu lucu dan senantiasa tertawa. Sampai sekarang, Aini sering diperlakukan kurang layak. Sementara ibu dan bapak mertua, serta kerabat-kerabat lainnya tidak pernah datang ke rumah Aini. Mereka merasa terhina jika harus memiliki menantu keturunan orang gila.

Lima bulan setelah Aini melahirkan, Rudi, kakak Aini menikah. Rudi juga hidup dibawah asuhan orang tua angkat. Rudi menikah dengan orang terpandang. Sebab orang tua Rudi juga mantan Kepala Sekolah. Tiga bulan perjalan hidup rumah tangga mereka mengalir tanpa masalah. Di bulan keempat, keluarga istri Rudi tahu bahwa ibu Rudi adalah orang gila. Mereka tak terima. Lalu sampai kini, istri Rudi sering memperlakukan Rudi dengan sikap kasar, bicara yang kotor, dan perlakukan-perlakuan tak manusiawi lainnya.

Saya tak tahu, kisah apa saja yang akan mereka bukukan, kedua kakak beradik itu ke depan dalam menjalani hidupnya sebagai suami-istri? Aini, sang adik harus menanggung perlakuakn mertua dan suaminya, sementara Rudi, ia juga harus menanggung perlakuakn memrtua dan sitrinya.

Aini pernah bercerita kepada saya, ia tak tahu bahwa ibunya gila. Dan kalaupun tahu, ia tidak pernah mempersoalkan itu. “Kan sudah takdir, mau gimana lagi?” begitu kilahnya dengan penuh keikhlasan. Hanya saat ini ia berharap, bahwa orang-orang di sekelilingnya menghargai dia sebagai manusia, bukan sebagai perempuan yang dilahirkan dari rahim seorang ibu yang jiwanya terganggu. Dan ia juga ingin, orang-orang tetap memperlakukan ibunya sebagai manusia, bukan sebagai pengidap gangguan jiwa….

Jumat, 29 Januari 2010

Mengikis Mental Pengemis


"Mengemis", dalam maknanya yang tekstual, ia menggambarkan satu kondisi mental yang kurang bermartabat. Konotasinya jelas kurang baik. Kecuali, jika "mengemis" mengalami pemuaian makna dan dalam kontekstualisasi tertentu, misalnya "mengemis" harapan pada hidup atau pada Yang Maha Hidup.

Hari ini, potret pengemis bukan saja pada fenomena sosial yang telah menjadi sengkarut persoalan pemerintah, tetapi ia telah merambah berbagai belahan dan dimensi hidup, termasuk sudah merasuki berbagai sudut karakter dan mental masyarakat di berbagai segi.

Oknum pejabat banyak yang tidak sungkan untuk melebarkan telapak tangannya agar diselipi amplop berisi fulus, ceritanya untuk transport. Sementara orang-orang tak dikenal yang mengatasnamakan wartawan, hilir mudik ke desa-desa, sedikit seolah bertanya tentang A atau B, lalu mereka meminta ganti ongkos untuk pulang. Ini di ranah akar rumput, di pelosok yang kental dengan nuansa kompleksitas masalah sosialnya.

Sementara di atas, para elit-elit tidak sungkan untuk "menjual" dirinya demi kepentingan. Anak muda juga mahasiswa juga tak sungkan-sungkan menengadahkan tangannya kepada jaringan, patron, atau kepada abang-abangnya agar ia diberikan kemulusan jalan dalam meraup kenikmatan hidup.

Sudah sebegitu sempitkan dunia ini sehingga jalan keluar dari semua sengkarut hidup kita harus diselesaikan lewat kebaikan dan kemurahan orang lain? Kupikir, jika bangsa ini ingin bangkit, maka pertama-tama ia harus menguras dan mengikis habis mental-mental pengemis seperti tadi. Lalu dengan segera menggempur dan memorak-porandakan mental itu dan menggantinya dengan mental kreatif dan mandiri.

Kreativitas adalah bagian absolut dari eksistensi manusia, dan ia sudah merupakan paket (bundling) dari Allah SWT. Dengan ini, maka wajah bangsa yang senantiasa mengemis harus dirubah dengan mental kreatif, mental "nalaktak", mentak "motekar", agar kita bisa keluar dari jeratan kemiskinan, ketertindasan, ketertinggalan, dan keterjajahan orang lain.

Jika kreativitas adalah produktivitas kita, maka kemandirian merupakan output sekaligus wujud pengejawantahan mentalitas kita yang bermartabat. Pada fase ini, kita tak akan membiarkan diri kita ditindas, dijajah, diintimidasi dan diinjak-injak harga diri kita. Kita akan menjadi manusia yang disegani, dihormati, dan diperlakukan layak, baik dalam kaca mata individu, maupun dalam perspektif sosial kemasyarakatan.

Hanya sayang, kita tak pernah berfikir bahwa kita adalah raksasa yang syarat potensi, kekuatan dan peluang. Kita jarang percaya diri, sehingga ketauhidan dalam makna keyakinan laik dipertanyakan. Kita lebih percaya pada apa yang dikatakan orang lain, dalam takaran tertentu, ketimbang naluri, insting, serta kepercayaan yang ada dalam diri kita. Kita lebih rela memasrahkan diri kita diatur orang lain, ketimbang kita mengatur diri sendiri. Kita lebih asyik diberi ketimbang mencari atau memberi. Kita lebih asyik mengejar-ngejar patron atau senior kita ketimbang mencoba, memulai, atau memutuskan untuk bertahap hidup, meski sederhana dan kecil. Kita lebih enak tertawa dan disuapi, ketimbang mencari sendiri dan mandiri.

Akhirnya kita merasa hebat duduk disamping orang-orang besar, disuruh A atau B, ketimbang ia memosisikan diri sebagai raja, meski raja kecil. Saya teringan semboyan kawan saya, lebih baik menjadi kepala kucing daripada menjadi ekor gajah. Ini benar, inilah semangat membangun kualitas diri yang hebat, yang memungkinkan semua potensi yang kita miliki menjadi berarti dan bermanfaat.

Kini saatnya kita rubah, kita mulai dari diri kita, kita coba hargai diri kita secara proporsional dan percaya diri, kita dorong diri kita untuk tumbuh menjadi besar, kita hiraukan ketergantungan-ketergantungan, kita mandirikan diri kita, kita tumbuhkan kreativitas kita, meski kecil, jika itu adalah buah karya kita, maka dunia akan lebih menghargai jerih payah kita ketimbang besar tapi hasil jiplakan atau uluran tangan orang lain.

Belajar Komputer

belajar-ilmu-komputer.blogspot.com

Mengenai Saya

Foto saya
Purwakarta, Jawa Barat
Lahir di Purwakarta, 21 Pebruari 1983. Pernah singgah di STIE Dr. KHEZ Muttaqien Purwakarta jurusan Manajemen SDM. Pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Purwakarta sebagai Ketua Umum periode 2005-2006. Kini kegiatan sehari-hari mengabdi kepada masyarakat lewat PNPM Mandiri Perdesaan, sebagai Ketua UPK Kec. Kiarapedes Purwakarta. Aktif juga mengajar TI di MTs YPMI Wanayasa, Membuka Kursus Komputer serta Jasa Pelayanan Masyarakat di Bidang TI. Sekarang tengah merintis usaha di bidang pertanian dan peternakan. Selain itu untuk konsumsi pribadi, tengah giat menulis novel. Satu nivel telah selesai dan sekarang tengah mencari penerit untuk menerbitkan novel tersebut.

Kurs

Berita Artis

script type="text/javascript"> kb_content = 'celebrity';

Berita Terkini