Sabtu, 21 November 2009

MENGABDI ATAU KULI?

Hari Ahad besok, 22 November 2009 mungkin merupakan hari yang mendebarkan bagi kawan-kawan kita yang akan mengikuti Tes CPNS di Kabupaten Subang. Pasalnya, mereka sejak jauh-jauh hari telah menunggu kesempatan emas tersebut. Ketika edaran tes itu muncul, mereka yang berminat untuk mengikuti tes tersebut disibukkan oleh berbagai aktivitas, mulai dari membuat lamaran, membuat kartu kuning (kartu pencari kerja), membuat surat kelakuan baik, meminta SK mengajar, sampai menyiapkan amplop surat, perangko balasan, dan mengirimkannya ke PT POS. Mereka juga menghitung budget, baik untuk persyaratan maupun untuk transportasi.
Setelah semua persyaratan mereka lengkapi dan dikirimkan melalui POS, beberapa hari kemudian mereka disibukkan oleh berbagai aktivitas lain. Mulai dari membaca buku psikotes, contoh-contoh soal Tes CPNS, dan berbagai materi lain, baik yang didapat dari meminjam ataupun mencari-cari di internet. Tak hanya disitu, psikologis mereka juga dihantui oleh harap-harap cemas, apakah lamaran mereka diterima dan mendapat balasan atau tidak ada kabar sama sekali. Saat-saat ini pun begitu mendebarkan. Mereka tak enak duduk. Mereka bertanya ke Tukang POS, ke teman-teman guru yang lain, dan ke siapa saja yang dikira pantas untuk ditanya. Apa yang terjadi setelah penantian yang lumayan menyita kejiwaan mereka?
Jika mereka mendapat balasan dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) berupa undangan untuk tes disertai kartu tes, tempat dan nomor, mereka sedikit gembira. Tetapi yang lebih menjadi beban adalah, apakah melalui tes nanti nasib mereka akan berubah dari sebelumnya? Ini yang lebih menekan kejiwaan lagi.
Apa lagi menjelang tes semacam itu selalu ada rumor jual beli, uang pelicin, atau ketidaktransfaransian dari para pejabat terkait. Ini tentu tambahan pikiran yang harus ditanggung oleh mereka para pelamar. Tapi dari semua rangkaian penuh dinamika itu, akhirnya mereka akan datang pada waktunya, membawa pensil 2B, penghapus, juga sekantong harapan, bahwa setelah tes nanti mereka akan hidup dalam dunia yang baru, dunia dimana dirinya sebagai pendidik benar-benar paripurna dalam menyebarkan pengetahuan dan moralitas kepada calon-calon generasi masa depan. Penulis berharap, setiap harapan manusia, termasuk para peminat CPNS, agar dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa...

Beberapa Fakta
Hanya ada hal yang menggelitik penulis, terutama setelah mencermati berbagai fenomena dan fakta di lapangan. Misalnya, opini yang ditulis oleh salah seorang pemerhati pendidikan, Ki Supriyoko, di harian Kompas tanggal 20 November 2009, bahwa kesejahteraan guru itu tidak lantas meningkatkan prestasi murid-muridnya. Padahal, motip awal para guru meningkatkan kesejahteraan, baik melalui tes CPNS ataupun sertifikasi, adalah agar mereka konsentarasi dalam menggodok anak didiknya. Hasil survei, hanya sedikit efek yang diterima murid dari sejahteranya guru. Padahal, beberapa kalangan selalu mengeluh, bagaimana bisa mengajar dengan baik kalau kesejahteraan guru diabaikan oleh pemerintah?
Kemudian soal sertifikasi. Ada beberapa kalangan yang menilai bahwa proses sertifikasi itu juga faktanya tidak lantas meningkatkan kompetensi guru. Padahal, seyogyanya program tersebut bisa memacu para guru agar berprestasi, memiliki kemampuan lebih, dan dapat meningkatkan prestasi para siswanya. Yang terjadi adalah, para guru berbondong-bondong menyusun portofolio atau mengikuti berbagai diklat, meski ia juga menelantarkan kewajiban sakralnya yaitu mengajar, demi mendapat sertifikat. Setelah itu mereka berharap mendapat gaji yang setara, jika ia bukan PNS, atau menjadi berlipat jika ia PNS.

Mengabdi atau Kuli?
Tiga kata ini lahir bukan dari pikiran saya sendiri, meski subtansinya sama dengan yang selama ini saya pikirkan. Ketika hujan mulai reda, saya dengan kawan, atau apalah sebutan yang layak baginya, berbincang santai sambil berseloroh, dan sesekali bersenda gurau. Ia adalah seorang penyuluh Departemen Agama di Kecamatan Kiarapedes-Purwakarta. Ia jebolan perguruan tinggi dengan basis keilmuan syari'ah. Pada waktu itu masuk dalam topik tes CPNS. Pertama-tama ia mengkritisi agar saya selalu tawadhu dalam memandang status PNS. Pasalnya, selama ini saya selalu antipati terhadap status semacam itu. Atau bahasa lainnya, saya tidak berminat, dan disampaikan dalam bahasa yang mungkin agak radikal. Ia menyarankan, apalagi saya masih muda, agar hidup di jalur tengah, mempersiapkan segala sesuatu, termasuk jika ada peluang, jangan pernah menunda kesempatan. Ngobrolnya tidak berujung. Saya selalu membantah, berkelit, dan membalas konsepnya.
Akhirnya ia berkata, "ya udah, niatnya jangan untuk mengabdi atau apapun pada negara, niatkan saja menjadi PNS itu sebagai kuli". Sebab menurutnya, demi apa kita harus mengabdi pada negara, kalau toh kenyataanya kita semua berharap banyak dari negara. Bohong besar ketika banyak orang menyebut bahwa jiwa raganya dipersembahkan untuk agama, bangsa dan negara. Faktanya, mereka lebih banyak meminta, berharap, bahkan mengeksploitasi dari negara. Jika benar mereka memiliki semangat pengabdian, mereka tidak pernah akan protes ketika negara mengalami defisit, dan negara hanya membayar separuh gaji pegawainya. Faktanya, banyak para guru yang berbondong-bondong turun ke jalan demi menuntut transportasi, kenaikan gaji, atau apapun dalihnya. Termasuk para menteri juga ramai-ramai ingin gajinya dinaikan. Apa makna dari semua ini? Dimana kita memosisikan kata "mengabdi" itu implementasinya?
Yang ada kita itu menjadi karyawan negara, lalu berkedok dibalik pengabdian, padahal sebenarnya kita sedang memperhitungkan sekecil apapun keringat kita yang telah mengucur akibat aktivitas kenegaraan kita, demi uang, demi kesejahteraan, demi kehidupan individualistik kita sendiri.
Maka saya sependapat dengan penyuluh agama itu, bahwa saat ini kita tengah kuli, seperti tukang kuli lainnya, kepada negara dengan identitas kita sebagai pegawai negeri yang dalam pasal-pasal kepegawainnya dicantumkan diktum pengabdian yang wajib dilakukan oleh para pegawainya terhadap negara.

Belajar Komputer

belajar-ilmu-komputer.blogspot.com

Mengenai Saya

Foto saya
Purwakarta, Jawa Barat
Lahir di Purwakarta, 21 Pebruari 1983. Pernah singgah di STIE Dr. KHEZ Muttaqien Purwakarta jurusan Manajemen SDM. Pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Purwakarta sebagai Ketua Umum periode 2005-2006. Kini kegiatan sehari-hari mengabdi kepada masyarakat lewat PNPM Mandiri Perdesaan, sebagai Ketua UPK Kec. Kiarapedes Purwakarta. Aktif juga mengajar TI di MTs YPMI Wanayasa, Membuka Kursus Komputer serta Jasa Pelayanan Masyarakat di Bidang TI. Sekarang tengah merintis usaha di bidang pertanian dan peternakan. Selain itu untuk konsumsi pribadi, tengah giat menulis novel. Satu nivel telah selesai dan sekarang tengah mencari penerit untuk menerbitkan novel tersebut.

Kurs

Berita Artis

script type="text/javascript"> kb_content = 'celebrity';

Berita Terkini