Selasa, 01 Desember 2009

Bertahan Hidup Dengan Poduktivitas dan Kerja Keras

Banyak hal yang bisa dilakukan oleh manusia untuk mempertahankan hidupnya di dunia ini, baik dari segi mental maupun material. Soal harga diri, soal citra dan reputasi, ini menjadi kebutuhan puncak jika kita kaitkan dalam piramida kebutuhan manusia. Manusia akan mempertahankan sedemikian rupa jika sudah menyangkut harga diri dan kehormatan. Beberapa hari yang lalu kita lihat rombongan elit di Jakarta, Hatta Rajasa dkk. melaporkan dugaan pencemaran nama baik mereka oleh salah seorang demonstran. Mereka tak terima dituding yang bukan-bukan, apa lagi tudingan itu akan meruntuhkan citra dan reputasi mereka sebagai pejabat tinggi negara.
Sementara soal material, tidak sedikit dari kita yang terus banting tulang untuk mengais karunia Tuhan, melalui usaha-usaha kreatifnya, mungkin juga sesuai naluri atau instingnya. Insting atau naluri menjadi daya dorong vital bagi manusia untuk melakukan apapun demi mencukupi kebutuhan hidupnya, terutama dari sisi materi. Fakta ini sejalan dengan sejarah kemanusiaan kita, terutama jaman pra sejarah yang menampilkan lakon manusia lewat instrumen primitif, tetapi subtansinya hampir sama, mereka mengikuti apa yang dikatakan oleh kata hati mereka.
Sayang, dua uraian di atas kadang tidak demikian adanya. Manusia yang sudah dibekali akal fikiran untuk bertahan di rimba semesta ini, kadang tidak mendayagunakannya sedemikian rupa. Malah yang banyak adalah aktivitas-aktivitas pasif, tidak roduktif, dan hanya berharap dari yang lain. Padahal, instrumen akal adalah modal utama manusia untuk mempertahankan diri dari kehidupan serta segala persoalan di dalamnya.
Tidak usah kaget jika ada manusia yang coba dengan sekuat tenaga menguras pikiran, energi, keringat, dan ototnya demi sesuap nasi. Buruh-buruh kasar tak pernah mengenal teriknya mentari. Mereka siap dipanggang oleh kenyataan pahit, bahwa mereka harus tetap eksis, apapun caranya. Tetapi di sisi lain, ada juga manusia yang hanya ongkang-ongkang kaki, duduk di kursi, melamun, lalu tidur pulas seolah tanpa beban. Entah dari mana mereka mencukupi kebutuhan hidupnya. Mungkin bisa pinjam, punya warisan, disupply oleh orang tua, kerabat, atau bahkan patner hidupnya.
Hanya persoalan cara, kadang orang dihadapkan pada norma-norma dan moralitas. Ada batasan etis dan estetis yang mesti menjadi rambu-rambu. Artinya tidak semua cara kita lakukan, tetapi lakukan apapun yang dapat dilakukan, selagi dalam koridor etis, tidak merugikan orang lain, dan bukan perbuatan amoral yang merugikan tatanan keadilan serta kewibawaan martabat manusia. Jelas produktivitas dan aktivitas yang mesti kita pacu sekuat dan sekeras tenaga itu ada dalam bingkai moralitas. Tidak melanggar aturan hukum, tidak melanggar kode etik, estetika, dan aturan moral. Seperti korupsi, menyuap, memeras, atau mencuri. Cuma sepintas lalu soal korupsi ini produktivitas yang amoral, orang memiliki keinginan, tetapi dengan cara-cara yang bejat.
Dalam kaitan ini saya menemukan fenomena unik dan menarik. Kadang orang-orang di pelosok, mereka mempertahankan hidup benar-benar paripurna. Mereka menguras pikiran, keringat, tenaga, juga otot-ototnya. Mereka melakukan, meski itu berat dan terkesan kumuh, yang penting halal. Di sebuah desa saya menemukan seorang nenek tua yang tengah memecah batu untuk dibuat potongan batu split. Entah seberapa signifikan pekerjaan seberat dan sekasar itu mencukupi kebutuhan dan tuntutan hidup mereka. Tapi mereka ikhlas, ridho, walau kecil asal halal dan baik.
Saya pikir menarik dicermati, suatu pagi, masih pagi buta, segerombolan anak muda nongkrong di sisi jalan, memetik gitar, lalu tertawa terbahak. Semiskin itukah produktivitas dan daya pikir mereka. Padahal menurut sebuah hadits, pagi adalah pintu dimana rizki dan karunia Tuhan dibuka selebar-lebarnya. Jika kesadaran fundamental tentang pentingnya kerja keras dan produktivitas, saya pikir malas-malasan akan menjadi muuh utama hidup kita, generasi baru di milenium ini. Nenek-nenek renta saja masih sanggup mengayunkan palu untuk membelah batu, apakah kita secengeng ini?

Belajar Komputer

belajar-ilmu-komputer.blogspot.com

Mengenai Saya

Foto saya
Purwakarta, Jawa Barat
Lahir di Purwakarta, 21 Pebruari 1983. Pernah singgah di STIE Dr. KHEZ Muttaqien Purwakarta jurusan Manajemen SDM. Pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Purwakarta sebagai Ketua Umum periode 2005-2006. Kini kegiatan sehari-hari mengabdi kepada masyarakat lewat PNPM Mandiri Perdesaan, sebagai Ketua UPK Kec. Kiarapedes Purwakarta. Aktif juga mengajar TI di MTs YPMI Wanayasa, Membuka Kursus Komputer serta Jasa Pelayanan Masyarakat di Bidang TI. Sekarang tengah merintis usaha di bidang pertanian dan peternakan. Selain itu untuk konsumsi pribadi, tengah giat menulis novel. Satu nivel telah selesai dan sekarang tengah mencari penerit untuk menerbitkan novel tersebut.

Kurs

Berita Artis

script type="text/javascript"> kb_content = 'celebrity';

Berita Terkini